JERTEH, KOMPAS.com – Seorang warga di Kampung Padang Luas, Jerteh, Malaysia, mengaku awalnya tidak berniat membuat 11 polisi tidur besar (speed bumps) seperti yang viral di media sosial.
Warga bernama Nor Muhammad Roslam Harun (40) itu mengaku, dia sebenarnya ingin membuat pembatas kecepatan (speed humps) berupa polisi tidur kecil-kecil.
“Sebenarnya saya mau buat speed humps, tapi aspal mengeras begitu cepat sebelum diratakan, sehingga jadi besar dan membuat jalan tidak bisa dilewati semua mobil kecuali 4WD,” ujarnya dikutip dari kantor berita pemerintah Malaysia, Bernama.
Baca juga: Kesal Banyak Orang Ngebut, Warga Bikin 11 Polisi Tidur di Depan Rumahnya
Pak Nor juga mengakui kesalahannya, dan tak lama kemudian menghancurkan lagi semua polisi tidur itu plus dua yang lama, sehingga totalnya 13.
“Kemarin ada polisi datang menemui saya. Dia menasihati saya dengan baik untuk menghilangkan semua polisi tidur itu,” katanya pada Kamis (14/1/2021).
“Jadi kemarin saya menyewa buldoser untuk meratakan 13 polisi tidur, termasuk dua yang lama,” imbuh Nor.
Baca juga: Biar Kaki-kaki Awet, Begini Cara Aman Motor Matik Hajar Polisi Tidur
Mengutip situsweb Adiguna Karya Persada, speed bump atau yang dikenal sebagai polisi tidur di Indonesia, adalah pembatas kecepatan yang digunakan hanya pada place parkir, jalan privat, atau jalan lingkungan terbatas dengan kecepatan operasional di bawah 10 km.
Kemudian speed hump adalah pembatas kecepatan yang digunakan hanya pada jalan lokal dan jalan lingkungan dengan kecepatan operasional 11 – 20 km.
Oleh karenanya, pace bump lebih agresif meredam kecepatan dibandingkan velocity hump.
Belasan polisi tidur ini dikomplain banyak warga, karena mengganggu aktivitas mereka yang kerap melintasi jalan desa tersebut.
Sebab tak hanya berjumlah banyak, 11 polisi tidur itu dibangun berjejer oleh Pak Nor dengan jarak berdekatan masing-masing tak sampai 40 meter.
Baca juga: Mitos atau Fakta, Hajar Polisi Tidur Tanpa Ngerem Bikin Pelek Peyang?
Pak Nor membeberkan alasannya berbuat demikian karena kesal dengan orang-orang yang sering mengebut di situ.
Kamar tidurnya ada di pinggir jalan utama desa, membuatnya sangat tidak nyaman mendengar suara bising mobil dan motor yang berlalu-lalang.
“Saya sangat kesal, apalagi saya memiliki gangguan kejiwaan tapi belum ada obatnya.”
Menurut laporan dari Harian Metro, dana untuk membuat 11 polisi tidur itu diambil Nor dari method i-Sinar yang diluncurkan Staff Provident Fund (EPF) sebesar 5.000 ringgit (Rp 17,4 juta).
Baca juga: Polisi Tidur Langgar Aturan, Siapa yang Bertanggung Jawab?